Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Sudahkah kamu mengenal dirimu Awan?

Awan, masihkah terlintas dalam benakmu bahwa  menjadi bunga sakura di tengah ambisiusnya manusia Jepang itu lebih menyenangkan? Masihkah terasa luka melihat burung bisa terbang kemanapun ia suka ? Sedangkan kau, hanya bisa bergerak mengikuti laju angin. Masihkah kau belum menerima bahwa semesta menjadikanmu sebagai Awan? Sudahkah kamu mengenal dirimu Awan? Untuk apa kamu dijadikan? Kekuatan Apa yang semesta titipkan?  Semua hal diciptakan dengan kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Setiap hal punya peran dalam menciptakan kedamaian pada semesta. Hidup ini bukan tentang kamu dan mereka. Tapi tentang dirimu sendiri, tentang keistiqomahanmu pada Sang Semesta. Awan, Apa yang kamu cari? Kebahagiaankan? Sudahkah kamu definisikan kebahagiaanmu? Sudah pahamkah perbedaan senang dan bahagia? Sudah pahamkah hal apa saja yang bisa membuatmu bahagia?  Temukanlah, lalu kamu pada akhirnya akan sadar bahwa ia berada sangat dekat dibanding urat lehermu, Ia Tuhanmu. Ribuan kali kamu be...

Maju atau Mundur?

Ingin melangkah tapi rasanya kebimbangan menahan. Diam bukan berarti mengabaikan, hanya saja bingung haruskah kaki melangkah maju atau mundur. Atau adakah jurus lenyap?Tak ingin melangkah, karena akan semakin jauh tuk pulang. Kedamaian seperti jelas depan mata, tetapi tunggu, ekspektasi apa yang ia bawa? Akankah kekecewaaan menyapa? Akankah jiwa-jiwa yang bebas merasa terkungkung dalam kelapangan? Jika itu pilihan semesta, diamku tak membuatnya berbalik arah kan?

Cara ke Pantai Sambolo pake Transportasi Umum

Gambar
Hi, mau mengabadikan perjalananku ke Pantai Sambolo pake transportasi umum. Kalau2, ada yang mau nyobain pake angkutan umum, ini bisa jadi referensi kalian.. Ini daftar transportasi umum yang aku  pake yah..  1. Citra Raya - St. Parung Panjang : Transportasi online.  2. St. Parung Panjang - St. Rangkasbitung : KRL  3. St. Rangkasbitung - St. Kerenceng : Kereta Api Lokal 4. St. Kerenceng - Pantai Sambolo : Angkot Silver Pukul 06.30 aku sudah memulai perjalanan menuju St. Parung Panjang pake Grab Car. Perjalanan hanya ditempuh selama 53 menit. Lalu perjalanan dilanjut menggunakan KRL.  Aku pake KRL tujuan Rangkasbitung  jadwal pukul 07:30. Untuk jadwal KRLnya kalian bisa cek di aplikasi KAI Access.  Di KRL aku hanya memandangi berbagai aktivitas manusia. Ada yang terlelap tidur, ada yang sibuk dengan gadgetnya, ada yang melamun entah berpikir apa. Beberapa kali aku menengok pemandangan luar dari balik kaca krl yang sedikit berdebu. Sawah, ladang, rumah-r...

Mentari

Gambar
Tidak peduli seberapa banyak orang yang menantikannya, Ia selalu datang dengan keindahan dan kehangatan. Tak peduli cuaca, ia akan tetap menyapa semua emosi yang menghampiri.  Kepulangannya tak menyisakan kesedihan karena ia mengutus malam menyelimuti sepi dalam diri. Dimanapun kaki kita berpijak, ia sama-sama tetap akan berpamit pulang. Pada intinya ia datang dan pergi, tak peduli apakah kita menyambut dan melepaskannya. Mengapa kita harus menyambut dan melepaskan kepergiannya? Bukankah itu tidak penting baginya? Betul sekali, sambutan dan pelepasan baginya tidak penting. Penyambutan dan pelepasan mentari bukan karena bentuk apresiasi atas jasa Si Mentari melainkan hanya kepuasan sendiri. Bukankah itu sungguh egois? Tidak, bagi orang yang mau berpikir. Seharusnya kita bisa meraskan Dzat yang Maha dalam matahari yang terbit dan tenggelam. Berikut ini adalah kepergiannya yang sempat aku abadikan.   

Trip ke Tumpak Sewu

Hai, mau nyarios heula perjalanan aku ke Tumpak Sewu. Tumpak Sewu/Coban Sewu adalah air terjun yang terletak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Seringkali orang menyebutnya Niagaranya orang Jawa Timur. Perjalananku menuju air terjun ditemani oleh seorang tour guide lokal yang merangkap sebagai fotografer. Pertama, aku memulai perjalanan menuju panorama. Panorama adalah sebuah tempat dimana kita bisa melihat air terjun dari tampak atas. Di sini disediakan menara kecil untuk mengambil foto dari sudut pandang yang menarik. Tetapi jika datang terlalu pagi, air terjun tidak terlihat karena masih tertutup kabut ahaahah. Amannya dateng ke tempat ini sekitar pukul 8 pagi, jadi bisa melihat indahnya Coban Sewu dari tampak atas. Andaikan aku bisa ngelihat air terjun itu dari panorama, pasti indah banget. But it's okay ngelihat kabut juga udah sesuatu hal yang baru bagi aku.  Setelah menunggu kurang lebih 30 menit dan kabut enggan pergi, lalu aku putuskan untuk langsung cuss ke air terjun....

Trip ke Gunung Bromo

Gambar
 Hai guys aku mau sharing trip aku hari ini..  Hari ini aku trip ke Taman Nasional Gunung Bromo. Kebetulan hari ini adalah hari kedua Gunung Bromo dibuka setelah sebelumnya ditutup karena PPKM (hanya bisa melihat sunrise). Untuk trip kali ini aku pake jasa tour and travel http://journeymalang.co.id/. Untuk yang kepo, bisa langsung cus aja ke websitenya yah.  Jasa tournya jemput langsung kami dari rumah. Sekitar pukul setengah satuan kami langsung jalan ke rest area Wonokitri. Sekitar pukul 3 kurang kami sampai di Rest Area Wonokitri. Seturun dari mobil, kami disambut oleh ibu-ibu yang menjajakan kethu, sarung tangan dan syal. Meskipun kita dah bilang engga mau beli, mereka tetep usaha supaya dagangannya dibeli. ahaha, kalo dah memelas pasti jadi ga enak. Rest Area Wonokitri pada intinya tempat ke toilet dan pergantian mobil aja. Untuk ke toiletnya bayar 3 k aja seorang. Perjalanan berlanjut menuju ke area penajakan/spot sunrise menggunakan mobil jeep. Spot sunrise yang ka...

Sans

 Bukankah tidak penting sudahkah kita sampai pada tujuan? Bukankah seringkali kita salah tujuan ketika kita sudah sampai pada akhir pemberhentian? Bukankah seringkali kita disesatkan semesta lalu menemukan tujuan lain yang ternyata lebih indah? Lalu mengapa membiarkan waktu tersapa oleh resah saat tujuan dibelokkan atau tak kunjung sampai pada tujuan?  Terus berjalanlah dengan kesyukuran tanpa tulip-tulip keriangan dalam angan.  Dalam perjalanan, malam dan gelapnya akan selalu ada, carilah secercah cahaya agar bisa bertahan. Nikmatilah perjalanan, sebarlah benih - benih tulip dalam angan disepanjang perjalanan.  Waktumu, hidupmu, habis dalam perjalanan, bukan pada saat sampai tujuan.  Lalu, mengapa menahan senyum  dan membiarkan air mata disepanjang jalan? Mengapa berharap tulip kan menyembuhkan? Bukankah bisa jadi tulip dalam anganmu itu rekah dan tulip aslinya layu dan membisu? 

Pencerahan

  Pada jam istirahat yang cukup singkat ini, mungkin hanya sekitar 45 menit, aku gunakan untuk membaca pesan dari Zahira..    Beginilah pesannya . .. Akhir-akhir ini jarang sekali aku menyambut mentari dengan semangat dan riang gembira. Tak peduli cuaca, pagiku  selalu mendung. Semakin lama, tujuanku semakin buyar. Seringkali aku berdalih mencari makna dalam kesendirian, padahal sedang membiarkan waktu lewat begitu saja. Dalam kesendirian menyibukkan diri mendengar pesan peringatan, yang nyatanya tak membuat tujuan hidup semakin jelas. Kesalahan terbesar dalam hidupku adalah terlalu memanjakan diri dengan dalih menjeda. Iyah sih bener, setiap manusia butuh jeda dalam hidupnya, tapi sepertinya aku terlalu sering menjeda. Setiap kata dalam kalimat butuh jeda, antar paragraf dalam sebuah cerita juga butuh jeda, tapi proporsional, jika berlebihan tidak akan enak dipandang.   Ada satu hal yang pada akhirnya membuatku meneruskan perjalanan. Tidak ada siapapun termasuk...

Pilukah?

 Adakah terdengar olehmu, muadzin sore ini seperti menyampaikan pilu pada adzan asharnya? Akan ada yang pergi tapi tidak ada yang bisa menahannya. Waktu, tak bisa diperlambat apalagi dihentikan. Ia, berjalan maju sesuai ketentuannya. Relativitas, mungkin bisa bekerja sama untuk menahannya. Hari kemenangan, disambut dengan kebahagiaan seharusnya, tapi tersisa rasa selain kebahagiaan yang disembunyikan. Kepergian dan kedatangan yang bertolak belakang dalam rasa. Dua rasa yang berlawanan bersatu dan mengalir dalam tetesan sendu.  Kesedihan dalam mengantarkan kepergiannya, hanya dirasakan oleh mereka yang paham akan kesucian dan keistimewaannya. Sebentar lagi, akan dikumandangkan takbir yang diolah dari beragam rasa dan pemaknaan. Yang terlantunkan bukan sekadar suara takbir melainkan ada ramuan emosi. 

Karat

 Kayu, di samping rumah, ditancapkan atau tertancapkan paku. Waktu, menyesakkan, mematikan. Dihujani kesenyapan, terpapar segala prasangka dalam karat.  Semesta membantunya, paku itu tercabut. Tapi tersisa lubang dan karat. Beritahu padaku bagaimana mengembalikan kayu itu seperti semula? Ia kehilangan kepercayaan kepada segala mata, tak hanya kepada tangan yang  menggenggam palu.  Entah, apa ini bentuk sangkalan dalam penerimaan. Masih tersisa ketakutan, apakah ia kan memaku kayu itu kembali? Lagi, ini adalah prasangka yang mulai terbangun. Semesta pun tau, tangan itu tak lagi menggengam palu. Tangannya tlah lembut menyapu segala luka. Tapi lubang dan karat itu terus menggali segala prasangka.  Bagaimana hendak melangkah jika selalu disuguhi dengan prasangka. Bagaimana menghadirkan percaya jika lubang dalam kayu masih terbuka. Bagaimana menghadirkan senyuman dalam kerapuhan?  Segala tanya dijawab, belum adanya kedewasaan dan kebijaksanaan. Ingatlah bahwa ta...

Chandikala

 Chandik kala, tertemukan kedamaian dalam ratapan diam. Perlahan memudar seiring datangnya malam. Menghilang tak berarti pesonanya tenggelam. Pamitnya ia di awal malam, aku paham. Akan hadir kembali jika mentari kan tenggelam. Tidak, tidak menentu. Lihat langit, apakah ada awan dengan cerita kelam. Cerita kelam mengundang gemuruh di luar. Gemuruh di luar terdengar menakutkan tetapi senyapnya di dalam lebih memekikkan.  Seolah senyuman padahal kesakitan.

Ramadhan

 Syakira punya cerita hari ini,   Pukul 03:40 aku dibangunkan oleh teriakannya memanggil nama masing - masing dari kita. Burger, menu sahur pertamaku sesuai permintaan anak terakhirnya. Burger dan segelas air putih cukup mengenyangkan ternyata.  Sekilas teringat bulan Ramadhan ketika masih di kampung halaman. Marimas, Pop Ice, Segar Sari, Finto, dan kawan-kawannya tak pernah ketinggalan dalam menu berbuka. Setengah jam menuju berbuka aku dan kedua kakakku sibuk memecah es, menyeduh minuman serbuk masing-masing dan mengambil nasi beserta lauk pauk. Jadi ketika bedug terdengar, langsung tancap gas!. Semua dilahap, jika terlalu kenyang dan kecanduan sinetron Ramadhan, tarawih jadi korban, astaghfirulloh.  Di sekitaran masjid bocil-bocil menakut-nakuti orang yang lewat  dengan melempari petasan. Ohya ga cuma petasan, pernah aku ditakut2ti dengan pocong-pocongan yang mereka buat dari kertas. Hiks, langsunglah, pocongnya aku robek2, ahahahahha salah sasaran merek...

Awan

 Baring dalam lamunan, mengawasi setiap pergerakan awan. Seolah ia berubah bentuk menjadi istana dengan gerakan kecil tangan. Sejuta mimpi, tiada batasan dan ketakutan. Sedetik terbangun, sedetik kemudian lenyap tergantikan. Tiada ambisi hanya permainan. Tidak kehilangan semangat setelah kegagalan, tak kehilangan kepercayaan setelah kekecewaan, tak mengundang kebencian setelah penghianatan. 

Suara Rasa

Ada yang tak bisa mendengar suara rasa dengan sebuah kata. Butuh rangkaian kata indah tapi tanpa gundah. Tapi sayangnya, setiap raga punya caranya sendiri dalam menyampaikan makna. Tak bisa memilih, naluriah, alam bawah sadar yang bekerja. Tak ada yang salah, hanya saja perlu waktu untuk menyelami apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Ketika itu, taburan bintang tak terlihat indah karena lensa  beruap sepi dalam kabut dingin. Hingga akhirnya, aku menunggu uap itu hilang sampai tak sadar, bintang itu tlah tergantikan mentari. Seharusnya sama indahnya, namun aku menyukai bintang yang mampu menghangatkan jiwa pada dinginnya malam. 

Kemana Logika?

Hembusan angin sebelum hujan menyejukkan segala gelisah.  Angin yang bergerak tanpa logika memanggil resah.  Masih bertanya, kemanakah keberadaan logika?  Apakah ia bersembunyi karena percaya bahwa tak ada jiwa yang resah ? Mengapa logika tak bekerja ketika angin sedang memporakporanda sukma. Andai bisa kembali singgah di masa itu, hanya akan  kuijinkan ia bergerak bersama logika.  Akan selalu kupastikan setiap gerakkannya tak cederai rasa.

Rama

 Ia mengajarkanku untuk tidak mencela makanan. Ketika itu, Ia membawa makanan hasil kenduri "Ih, berkatnya jelek", kataku dengan polosnya. Ia sontak menegurku, "Hush, ora oleh kaya ngono!".  Kalimat singkat yang masih aku ingat sampai sekarang bahkan aku bisa membayangkan kejadian kala itu.  Ia mengajarkanku berusaha keras sedari kecil. Hampir setiap hari, Ia menitipkan pesan pada Ibuku, untuk menyusulnya di ladang. Andai saja kala itu aku sudah mengenal kata 'mager'. Pasti aku akan jawab, "duhhh mager banget". Tapi yah, walaupun mengeluh, aku tetap akan menyusulnya di ladang. Ada banyak sekali aktivitasku di ladang, bergantung dengan musim. Terkadang aku membantunya menanam benih, membersihkan gulma, memanen, atau membantunya membuat batu bata.  Ada satu pelajaran yang aku ambil di sana, bahwa bertani itu melelahkan, aku berpikir, ketika besar kelak, aku harus menempuh pendidikan tinggi supaya bisa bekerja di kantoran yang ber -AC. Sederhana sekal...